Selasa, 26 Februari 2013

RahasiaNya dibalik cinta


Rahasia Allah dibalik cintaku
Tiada ungkapan yang layak ku ucapkan padanya selain kata Alhamdulillah
Engkau pertemukan aku dengan sosoknya yang sederhana
Yang telah membuka mataku tentang sementaranya dunia
Membuka telingaku agar aku selalu mendengar firman-Nya
Membangunkan aku tatkala ku terbuai dalam kenikmatan dunia
Terima kasih yang telah membuka mata  hatiku untuk mencintai al-qur’an lagi
Terima kasih yang selalu ada disela-sela sengguk tangisku
Terima kasih yang telah menjadi muara nasihat untukku
Inginku menyebutmu sebagai guruku
tapi aku tahu betapa kezuhudanmu slalu menolak panggilan-panggilan agung dariku
kau tahu
tanpa kau sadari kau hapuskan kebutaan ini terhadap ilmu
tak kau ketahui
bahwa kini cintaku pada-Nya telah tumbuh diantara semak cinta-cinta lain
sungguh...Allah telah merahasiakan semuanya padamu
Dia menguji kesabaranku tatkala cinta bersemi untukmu
Tapi
Sekali lagi hanya terima kasih yang bisa ku ungkap,
Karna jika kau menjadi kekasih halalku pun
Apakah kau mampu, membawa cintaku pada-Nya?

Kamis, 21 Februari 2013

japit hijau


Japit Hijau
Tiga jam berlalu, berdiri ku menunggu sebuah penantian, penantian selama 5 tahun, dan 6 tahun jika ku telah lulus dari sekolah ini, SMAN 1 Pandaan di depan gerbang ini aku harus berdiri dan menunggu ada kernet yang bilang, was..trawas, was trawas. Ya, tentunya rumahku di daerah sana. Dengan seglintir teman seperjuangan kami berdiri layaknya pager ayu di depan gerbang abu-abu itu.
                seiring dengan penantian yang panjang, kami menghabiskan waktu dengan ngrumpi, diskusi, menikmati es kiko yang sedang ngetren kami konsumsi. “zackiyah...ada mobil trawasan, tu ..tuh! sentak temanku kepadaku. Langsung saja ku melambaikan tangan untuk menghentikan laju mobil biru tersebut. Waktu telah menunjukkan pukul 14.00, aku bingung karena pukul 14.30 seharusnya aku sudah siap menuju tempat ngajiku. Berdesak-dessakan dalam mobil, berbagai macam orang ada dalam mobil tersebut, dari karyawan, guru, siswa, hingga pedagang dari pasar, bercampur aduk dalam sesak mobil.
                14.15 aku tengah melewati desa lumbangrejo, dan sebentar lagi aku akan sampai di desaku. Dari tadi aku hanya terdiam, entah kenapa bagiku siang ini begitu penat, hingga temanku trisna yang dari tadi disampingku terdiamkan olehku. Berkali-kali dalam kediamanku, aku merasa kalut, sampai kapan aku akan terus begini? Sampai kapan aku tidak bisa menguasai pelajaranku sendiri. Matematika, fisika, kimia, biologi. Mereka berselang seling melintas di otakku menambah kepenatan siangku ini.
                “Joo...gajarjo” sentak pak.kernet yang membuyarkan lamunanku. “ngge, pak wonten (iya pak ada), ku rogoh saku ku perlahan-lahan, tuk ambil recehan 2000 rupiah sebagai ogkosnya. “mudun endi nduuk”lagi-lagi p.kernet bertanya “ langgar pak”. Tidak lama kemudian aku di turunkan di depan langgar (musholla). Huft... seiring dengan turunya aku dari mobil yang sesak itu, seiring pula dengan hilangnya penat yang kian membebaniku. Menghirup udara segar di sini memang lebih nikmat di banding di Pandaan tempat ku sekolah, karena sekarang banyak pabrik dan lalu lalang orang-orang kota. Tak kusangka tiap harinya aku harus menempuh jarak 13 km menuju sekolah.
                Lagi-lagi terbuyarkan lamunanku oleh suara adzan yang berkumandang di langgar tempat aku berhenti. Menyadari akan hal itu, ku lirik arlojiku, dan tepat dugaanku, sekarang sudah jam 3. Segera ku memegang tas ku erat-erat, sembari mengayunkan kaki melangkah ke gubukku tercinta.
                Lebih kurang lima menit aku sampai dirumahku dengan berlari, sesampainya dirumah, kubuka pintu sembari berucap, “assalamu’alaikum, emak(ibu) dan bapak dimana? Pertanyaan itu selalu meluncur ketika yang kutemui di ruangan hanya embok (nenek). “Emakmu di belakang nduuk” kata embok. Segera ku meluncur menuju dapur, ternyata benar, emak dan bapakku ada disana. Sebungkus roti kacang hijau yang pada waktu itu seharga 500 rupiah dan segelas kopi, ditujukan padaku, ini nduuk, segera dimakan dan diminum, nanti cepat langsung mandi.”
“engge mak, maturnuwun.” Aku langsung menelan roti itu hanya dengan beberapa kunyahan, dan menyruput kopi pahit itu. Mungkin orang-orang bertanya-tanya kenapa emakku lebih suka memberiku kopi dari pada segelas teh atau yang lain, karena beliau tahu, betapa padatnya tugasku dan aku tipe orang yang gampang sekali untuk ngantuk, sehingga pas, kopi sebagai pilihan utama emakku. Setelah sruputan terakhir, segera ku ambil baju batik coklat, celana coklat, dan kerudung putih dari almariku.
                Tanpa basa-basi ku menuju pintu kamar mandi, dan sesampainya disana kuguyur seluruh tubuhku, dan ku akhiri dengan wudhu’ “sembari mengusap wajah, aku berdoa “Allahumma bayyid wajhi yauma tabyaddu wujuhuwwataswaduu wujuuh”
Wudhu’lah yang senantiasa mengembalikan selurh kekuatanku, yang telah sirna diterpa oleh kegiatan-kegiatan hariku. Tanpa pikir panjang ku keluar dari kamar mandi, dengan pakaian lengkap seragam batik coklat sekaligus celana komprang coklat yang semuanya itu adalah pemberian kepala TPQ ku saat imtihan adik kelasku. Ku menuju kamar pribadiku, mengambil tas oranye bertuliskan pijik silver, entah apa artinya tak pernah terpikirkan olehku, yang terpenting adalah isinya yang sangat berharga, yakni pedoman di setiap langkah kehidupanku. Itu yang selalu menjadi harapan emak dan bapak ketika membelikanku yang baru, setelah sekian lama ku meminjam milik kakakku. Tahukah engkau apakah itu? Ya, tentu saja dia adalah al-qur’an. Hijau segar, seperti dominan warna surga yang sering diceritakan dalam kitab-kitab.
                Berlari ku menuju ruang tamu, mencium tangan emak dan bapakku, menutup pintu dan mengucap salam kepada keduanya. Melewati beberapa orang yang sedang melakukan aktivitasnya dirumah, sembari berlari dan selalu mengucap nuwun sewu monggo, itulah tradisi yang selalu di ajarkan orang tuaku agar aku tidak menjadi orang yang sombong. Sampailah ku disebuah tikungan kecil, dan 20 langkah lagi samapi ku pada sebuah jalan besar dan tikungan menuju sawah. Sepertinya tidak mungkin bagiku untuk melewati jalan besar, karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.30, pertanda aku terlambat ke TPQ. Ku putuskan untuk melewati pematang sawah, jalan pintas yang sering tidak dilalui banyak orang yang memungkinkan ku leluasa untuk berlari kencang.
                Dugaanku 100% meleset, aku lupa dengan musim panen, banyak petani yang sedang menjemur padi di sawah-sawah mereka. Tapi, itu tak kan bisa mengurungkan niatku untuk berlari sekencang-kencangnya. Ketika ku berlari, banyak orang yang menyapaku, atau mungkin menyindirku, entah tepatnya lebih cocok untuk dibilang apa. Ketika ku lewat di depan mereka, mereka meneriakiku, “kiki, kamu telat lagi ya....!!!” engge, ngapunten nuwun sewu, monggo....., jawabku, “iyo ndukk, sing ati-ati! Sahut salah seorang petani, “engge...monggo, di desa memang orang-orang lebih suka memanggilku kiki, karena bagi mereka memanggil namaku, zacki atau zackiyah lebih sulit.
                Tak lama setelah ku berlari kencang, akhirnya ku sampai di depan gawang sebuah lapangan, yang dibelakangnya terletak sebuah TPQ bertuliskan Raudlatul Ulum sumberejo. Aku juga tak tahu apa arti dari nama itu, yang penting aku disana bertemu dengan bermacam-macam anak kecil, yang siap membuatku tertawa, marah, dan membuat hidupku terasa berwarna. Lebih berwarna dari pada pelangi yang warnanya Cuma 3, merah, kuning, hijau. Sudah hampir lima tahun, kehidupan ini ku lakoni.
                Pintu hijau, yang engselnya sudah rusak, mulai ku buka perlahan, takut kalau-kalau aku ketahuan kepala TPQ ku jika aku terlambat datang. “astaghfirullah” sontak aku kaget karena di depanku pas, beliau sedang memperhatikanku, ketika ku sedang mengintip dari lubang kunci dan membuka pintu perlahan-lahan. Aku hanya bisa tersenyum tanpa dosa. Sembari nafas yang tersengal-sengal ku ucapkan kata maaf, “ngapunten ustadz, kulo telat..., beliau hanya tersenyum, karena tahu kelakuanku yang selalu telat karena nunggu angkot untuk pulang sekolah. “ya sudah, anak-anakmu sudah menunggu dari tadi, banyak yang berkeliaran, cepat kesana ki.., “njih ustadz. Langsung saja ku nyelonong menuju kelasku. Aku kaget, karena tak biasanya, anak-anak seramai itu, hingga aku ingin marah, tapi percuma hanya akan menambah keramaian kelas. Sembari menghela nafas panjang, ku mulai tuk angkat bicara, “adik-adik,harap tenang ya..., nanti,sebelum pulang. tak ceritain tentang kisah nabi sulaiman, ok? “tiiidaaak mauuuu... serentak anak-anak berkata. Aku benar-benar kaget, biasanya mereka begitu setuju ketika tawaran berupa cerita nabi-nabi sebagai balasan atas ketidak gaduhan mereka.
                Tak lama kemudian, salah satu dari mereka m   ulai angkat bicara, “mbak kiki, kami akan diam dan tenang jika, mbak kiki, janji sesuatu kepada kami. “janji? Janji apa? Sahutku, “pokoknya harus janji dulu,...” rengek mereka. “ok, ok embak akan berjanji asalkan janji itu tidak membahayakan embak. “di jamin mbak, g bakalan merugikan kok, J,”, ...
“ya sudah kalau begitu” kali ini aku pasrah di tangan mereka. L,
“mbak-mbak, tanggal lahir embak kapan? Tanya kubil salah seorang dari anak-anak kecil tadi.
Degg..degg..degg, jantungku berdegup semakin kencang, karena sebelumnya tak pernah ada yang menanyakan tanggal lahirku selain pihak sekolahdengan tujuan memenuhi kelengkapan administratif. Lalu, kenapa anak-anak sd yang masih ingusan ini menanyakannya padaku, dan anehnya pula kebetulan 3 hari lagi adalah tanggal ketika aku dilahirkan. “emmm, kenapa kalian menanyakan hal itu?”
“sudah la mbak.., tadi kan embak sudah janji, “ celetuk surya..
“ya, sudah kalau begitu, tapi embak jangan diapa-apakan ya? Nanti kalau embak diapa-apain sama kalian. Embak tidaka akan menemani kalian lagi belajar al-qur’an dikelas ini.
“kami janji mbak...”serentak mereka menjawabnya.
“embak lahir pada tanggal, 07
“bulannya mbak..? sahut gunawan yang tak sabar lagi”
“ september,....
“wah....kebetulan sekali teman-teman tinggal 3 hari lagi!!!”sahut putri dengan girangnya,
“siiip dah, kata mereka serempak.
“sudah-sudah, setelah ini kalian sudah berjanji akan bersikap tenangkan?
“sip, mbak”
“ayo dibuka al-qur’annya, surat al-furqon, “ta’awwud bersama”
“A’uudzubillaa himinasysaythoonirrojiiim”....
Mereka sangat akrab denganku, karena aku yang masih duduk di bangku sma, dan mereka yang kebanyakan masih di bangku sd, dan 2 lainnya berada disekolah menengah pertama.
Putri : perempuan cilik, yang penampilannya begitu perfect, namun terlalu lembut jika melantutkan ayat suci al-qur’an.
Firli millatina atau lebih akrabnya disebut mella: bocah lembut yang manis, terkadang karena saking lembutnya, aku tidak mendengar suara bacaannya, eits jangan salah tapi kalau disimak bener-bener dia paling bagus tartilnya.
Eni, nama singkat, sesingkat anaknya, kecil, cerdik, manis. Bintang kelas, waktu itu, fashohah, tartil, hafalan dia yang nomor satu, sering kali teman-temannya memanggilnya dengan “entong”, karena hampir mirip dengan namanya sendiri.dia tak pernah marah, selalu ceria, namun kadang-kadng sering buat ulah dalam kelas untuk mengusir kebosanannya.
Gunawan. “Gundek Menawan”haha, bukan anaknya memang tidak terlalu tinggi, sayangnya lagi-lagi lemah dalam membaca al-qur’an.
Firlian Suprianto, namun aku sendiri sering memanggilnya “kubil”, salah satu nama pelawak yang bermain dengan kirun pada zaman dahulu. Dia adik sahabatku, dan budenya pun masih saudara denganku, dan aku tahu keluarganya sering memanggilnya kubil, karena memang dia sering ngelawak. Tapi meskipun dia laki-laki, dia yang paling taat dalam kelas.
Wiranto, bocah cilik imut-imut, yang masih duduk di taman kanak-kanak ini, sekarang duduk di tingkat al-qur’an, hmmm hebat nggak ya???tentu, tapi bacaannya masih lancar si eni.
Surya, suara menggelegar dengan khas rockernya, selalu membuat teman-temannya menutup telinga jika dia semangat 45 untuk membaca al-qur’an.
Yoga, bocah smp yang tetep kecil, lucu ganteng juga, sesuai dengan umurnya dia sudah lancar membaca al-qur’an namun tinggal membenahi makhorijul hurufnya yang kurang tepat.
Mail, lelaki yang paling tua diantara teman-temannya, bacaannya seperti kilat menyambar, kecepatannya seperti kecepatan gasing yang sedang berputar. Yang paling lucu adalah meskipun dia laki-laki, tapi wajahnya sangat mirip dengan ibunya, sehingga wajahnya seperti seorang wanita.
Fadhli, adik dari mail, lucu selalu senyam-senyum sendiri, masih belum bisa teliti dalam bacaan panjang pendeknya.
Berbagai nuansa yang apik tertata dalam pelangi-pelangi dalam kelas yang unik ini. Kelas yang selalu membuat para guru naik pitam jika aku absen tak hadir untuk menemani mereka, bagaimana tidak, jika mereka tidak ada yang mengawasi pasti keluar kelas dan bermain bantheng-banthengan lalu berpura-pura kesurupan, sehingga mengganggu kelas-kelas lain.
                Seperti biasa, aku pulang pukul 5 sore, namun perjalananlah yang membuatku sampai dirumah pukul 05.15, paling lambat jam setengah 6. Setelah sampai dirumah, ku letakkan tasku di gantungan kamar. Kucari emak bapakku untuk mencium kedua tangan mereka, setelah itu ku cari-cari di dapur dengan membawa sepiring nasi dan makanan kesukaanku, bothokan. Hmm nyummi.
                Tak lama kemudian adzan berkumandang, segera ku ambil wudhu tuk tunaikan sholat maghrib di masjid yang tak jauh dari rumah. Aku tak seberapa konsen pada saat itu, yang kubayangkan ketika rukuk dan sujud adalah tugas dan ulangan matematika yang harus ku lakoni besok. Setelah salam aku berdoa. Seklumit doa ku titipkan pada-Nya. Setelah itu pun aku berbalik dan berlari menuju rumahku, meletakkan mukenahku, mengambil kerudung putih bulatku, mengambil kitab hijau diatas tumpukan buku dalam meja belajar. Ku buka halamannya perlahan-lahan,  dan ternyata sudah sampai halaman 44. Ini adalah pelajaran yang paling aku suka di ngajian” mukhtarul ahadits, yang berisi berbagai macam hadits. Sesampainya ditempat ngaji aku mengikuti teman-teman untuk nadhoman “fa’ala, fa’ala, fa’aluu. Bisa ditebak aku telat datang, bahkan setelah guruku datang aku datang. Ketika pelajaran di mulai aku mulai mengantuk, tak sadarkan diri hingga ku meletakkan penaku dan terbang bersama mimpiku, namun hanya sebentar saja, karena ku terbangun oleh nada batuk temanku yang begitu keras. Alhamdulillah ya Allah aku terbangun sebelum, aku diketahui oleh guruku karena tertidur.
                Kali ini beliau menjelaskan bagaimana orang yang berilmu di akhirat kelak jika ilmunya hanya di simpan sendiri, mereka nanti akan dikekang oleh kekangan dari api neraka. Hmmm. Menakutkan, setelah menutup kajiannya. Beliau mulai membuka sesi pertanyaan “ ada yang mau bertanya?
“kulo, tapi niku mboten podo kale topike”(dengan antusias ku acungkan jari, namun dengan bahasa mort marit yang ku gunakan.
“iya boleh, tanglet nopo mbak yu..mbak yuu? (jawab guruku yang sekaligus menertawakan logat jawaku.”
“ustadz, ngge bener ta, menawi ten kitab nashoihul ibad niku wonten pernyataan “maksiato sak karepmu”
“lho..lho, jare sopo ndukkk? (kata siapa nak?
“terose rencang kulo, hehe
“di nashoihul ibad itu diterangkan yang intinya kalau berbuat maksiat ya silahkan tapi tahu sendiri akibatnya bagaimana? Jadi intinya, kita itu tidak boleh berbuat maksiat, karena setiap perbuatan kita itu harus dipertanggung jawabkan di akhirat nanti. Nashoihul ibad kan sering di buat kajian setiap minggu di masjid, apa kamu lupa?
“oooo, ngonten to ustadz, kulo sering mboten tumut ngaos, amargi ten masjid pasti tiang tuwo2 mawon, lan menawi kulo mbeto kitab sing njenengan paringi niko, lan ngesahi ten masjid, sungkan kulo kados tiang yes mawon. J
Guruku hanya tersenyum, mendengar semua penjelasanku, “lalu kitabnya, buat bantal tidur?
“mboten ustadz, kan mpun katah bantal ten griyo.
lagi-lagi pak ustadz hanya tersenyum, sembari menutup pengajian dengan doa.
Hari telah esok, ku lalui aktivitas ku seperti biasa-biasanya, hingga sampailah pada sore hari, ketika ku sampai di kelas aku kaget kenapa mail, surya, dan yoga tidak ada dikelas?padahal biasanya mereka orang pertama yang tidak pernah absen membuat gaduh dalam kelas. “fadhil, kakakmu, yoga dan surya kemana?
“ke belakang mbak..
“nah lho kenapa kebelakang harus rombongan? Aku terheran-heran, 15 menit kemudian mereka datang,
“dari mana kalian nak? Mereka tidak menjawab. Aku hanya meminta mereka membaca istighfar 21 kali sembari berdiri, aku pun juga belum paham, tidak biasanya mereka menunduk seakan-akan menyesali apa yang telah mereka perbuat. Tidak biasanya mereka seperti itu. Ku lanjutkan dengan kegiatan belajar mengajarnya, di penghujung  doa akan pulang. Mail memohon kepadaku “mbak bolehkah kami memohon sesuatu?
“apa itu?
“embak tutup mata, 20 detik saja, bolehkan?
“kenapa?
“sudahlah kali ini saja kami mohon.
“baiklah” aku pasrah menuruti permintaan mereka karena tidak tega melihat mail dengan wajah memelas akibat hukuman tadi, surya, yoga, putri semua anak-anak disitu menghitung mundur 20, 19, ...., 3, 2,1 aku mulai membuka mata sesuai dengan janji ku itu “subhanallah aku kaget, di depanku ada kotak seukuran 45 x 20, yang terbungkus rapi, “apa ini? “ayo dibuka mbak! Suara mereka kompak,
Ku buka perlahan dan sandal japit hijau bermotif kupu-kupu, yang elok, sekarang di depan mataku. Subhanallah, dan akhirnya aku menyadari bahwa hari ini adalah ulang tahunku. Mail mulai bicara, maaf mbak tadi aku, yoga, dan surya terlambat masuk kelas karena kami membeli ini di toko p.darsono, maaf juga karena kami mengambil sementara sandal embak tadi untuk menyesuaikan ukurannya. Aku jadi malu karena memang sandalku hanya tinggal beberapa mili saja tebalnya, karena selalu ku buat berlari dan tentunya bergesekan dengan tanah2 sawah, hingga gripis. Tapi aku juga tidak menyangka bahwa anak-anak kecil yang masih ingusan sangat memperhatikanku, subhanallah malaikat-malaikat kecilku, yang selalu menemaniku dalam doa setiap kali aku hendak ujian, unas, ataupun lomba. Dan mereka pulalah orang yang pertama yang mengingat tanggal lahirku, dan menyertakan al-fatihahnya di umurku yang kini menginjak 17 tahun. Aku bangga dengan mereka. Seiring dengan ucapan terimakasihku, aku membaca doa penutup, dan tak terasa air mataku berlinangan. Guru-guru yang dari tadi di belakangku ternyata mereka menyaksikannya dan turut haru terhadap peristiwa itu, subhanallah. Terima kasi ya Allah. “japit hijau” dengan warna favoritku sekarang ku pakai di kakiku, mengingat mereka semoga ku juga mengingatmu dengan kalimah-kalimah dzikir yang akan selalu menemani dalam langkah hidupku. Subhanallah walhamdulillah wa laailaaha illallah  wallahu akbar, entah seluas langit dan bumi yang tak bisa tergambarkan olehku rahmat-Nya. Hanya senyum simpul tatkala aku melangkah bersama japit hijau itu.

Rabu, 20 Februari 2013

Boneka


Menyadari Emosi-emosi anak
Siapakah pelatih emosi? Pertanyaan tersebut sering kali muncul ketika seseorang tak bisa mengendalikan emosinya. Mengendalikan emosi sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, khususnya dalam pendidikan anak-anak. Banyak diantara orang tua yang tidak sadar bahwa dirinyalah sebagai pelatih emosi bagi anak-anaknya. Namun, ketika mereka sadarpun, mereka tak mengetahui bagaimanakah menjadi pelatih emosi yang baik bagi buah hati mereka.
            Anak yang lahir bagaikan selembar kertas putih yang suci dan bersih. Mereka memerlukan goresan-goresan pena dari orang tua mereka. Tapi, kadang kala para orang tua tidak tahu bagaimana cara menulis atau mewarnai kertas putih itu, agar hasil dari lukisan atau tulisan tersebut menjadi seperti apa yang mereka cita-citakan sebagai seorang orang tua.
            Tentunya pendidikan turut berperan tinggi dalam mencetak generasi yang mereka idam-idamkan. Dan pendidikan yang utama dan pertama itu sendiri, berawal dari keluarga. Lingkungan keluarga, atau orang tua merekalah yang menjadi teladan bagi anak-anaknya. Jadi orang tua harus memberi contoh yang baik untuk anak-anaknya melalui pembiasaan perilaku, berkata-kata sopan, jujur, dan selalu mengendalikan amarah.
            Amarah merupakan salah satu dari hal yang paling ditakuti orang tua saat berinteraksi dengan sang buah hati, namun jika anak terlalu di “elus”(di manja) juga tidak baik, untuk melatih kemandirian mereka dan sikap tegas mereka. Terkadang amarah juga diperlukan dalam mendidik sang buah hati. Tentunya dalam situasi dan kondisi yang tepat, misalnya ketika mereka membuat kesalahan yang benar-benar fatal. Amarah tersebut, berfungsi agar mereka menjadi kapok, dan tidak akan mengulangi kesalahan itu tadi. Sebagai orang tua jangan hanya melampiaskan amarah begitu saja. Akan tetapi harus disertai penjelasan kepada anaknya, ketika suasana dirasa telah tenang.
            Banyak tua yang bingung bagaimana mereka dapat mengetahui emosi buah hati mereka. Karena sering kali, mereka belum dapat mengungkapkannya melalui komunikasi langsung kepada orang tuanya. Ketika para orang tua mengetahui hal itu, tentu saja sebagai orang tua jangan hanya diam, karena dengan diamnya orang tua akan membuat anak-anak menjadi semakin bingung dan gelisah. Bagaimana cara anak-anak mereka kelak dalam menghadapi dunia luar yang bercirikan positif dan negatif. Untuk mengenali emosi anak, orang tua dapat melakukan langkah-langkah berikut :
1.      Memberikan buku diari untuk anak, dan menjelaskan kepada anak bahwa minimal sehari harus menuliskan peristiwa yang terjadi padanya.
2.      Mengajarkan bermusik (entah piano atau alat musik lain), karena dengan begitu orang tua dapat mengenali emosi anak mereka dengan alunan nada yang mereka mainkan.
3.      Jangan di larang mereka bermain, hal ini penting karena masa mereka yang merupakan masa bermain, dan pada umur 3 tahun belum mengerti tentang kalimat :”saya menyadari tentang...., dan seringkali anak-anak takut mengungkapkan perasaan-perasaan mereka, sehingga biasanya mereka sering ngobrol perasaan mereka dengan arakter pada boneka, misalnya : ketika anak kecil sedang bermain boneka berbie :” berbie takut jika ayah berbie sedang marah”, maka sebagai orang tua pun harus menyadari pula apa yang sedang dirasakan oleh anaknya tersebut melalui penokohan berbie, dan disitu pula lah peluang bagi orang tua untuk menjelaskan alasan-alasan kenapa mereka marah, dan lain sebagainya, sehingga nak mereka bisa mengetahui sebab dan asal muasalnya, sehingga mereka pun bisa mengerti.

Boneka


Menyadari Emosi-emosi anak
Siapakah pelatih emosi? Pertanyaan tersebut sering kali muncul ketika seseorang tak bisa mengendalikan emosinya. Mengendalikan emosi sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, khususnya dalam pendidikan anak-anak. Banyak diantara orang tua yang tidak sadar bahwa dirinyalah sebagai pelatih emosi bagi anak-anaknya. Namun, ketika mereka sadarpun, mereka tak mengetahui bagaimanakah menjadi pelatih emosi yang baik bagi buah hati mereka.
            Anak yang lahir bagaikan selembar kertas putih yang suci dan bersih. Mereka memerlukan goresan-goresan pena dari orang tua mereka. Tapi, kadang kala para orang tua tidak tahu bagaimana cara menulis atau mewarnai kertas putih itu, agar hasil dari lukisan atau tulisan tersebut menjadi seperti apa yang mereka cita-citakan sebagai seorang orang tua.
            Tentunya pendidikan turut berperan tinggi dalam mencetak generasi yang mereka idam-idamkan. Dan pendidikan yang utama dan pertama itu sendiri, berawal dari keluarga. Lingkungan keluarga, atau orang tua merekalah yang menjadi teladan bagi anak-anaknya. Jadi orang tua harus memberi contoh yang baik untuk anak-anaknya melalui pembiasaan perilaku, berkata-kata sopan, jujur, dan selalu mengendalikan amarah.
            Amarah merupakan salah satu dari hal yang paling ditakuti orang tua saat berinteraksi dengan sang buah hati, namun jika anak terlalu di “elus”(di manja) juga tidak baik, untuk melatih kemandirian mereka dan sikap tegas mereka. Terkadang amarah juga diperlukan dalam mendidik sang buah hati. Tentunya dalam situasi dan kondisi yang tepat, misalnya ketika mereka membuat kesalahan yang benar-benar fatal. Amarah tersebut, berfungsi agar mereka menjadi kapok, dan tidak akan mengulangi kesalahan itu tadi. Sebagai orang tua jangan hanya melampiaskan amarah begitu saja. Akan tetapi harus disertai penjelasan kepada anaknya, ketika suasana dirasa telah tenang.
            Banyak tua yang bingung bagaimana mereka dapat mengetahui emosi buah hati mereka. Karena sering kali, mereka belum dapat mengungkapkannya melalui komunikasi langsung kepada orang tuanya. Ketika para orang tua mengetahui hal itu, tentu saja sebagai orang tua jangan hanya diam, karena dengan diamnya orang tua akan membuat anak-anak menjadi semakin bingung dan gelisah. Bagaimana cara anak-anak mereka kelak dalam menghadapi dunia luar yang bercirikan positif dan negatif. Untuk mengenali emosi anak, orang tua dapat melakukan langkah-langkah berikut :
1.      Memberikan buku diari untuk anak, dan menjelaskan kepada anak bahwa minimal sehari harus menuliskan peristiwa yang terjadi padanya.
2.      Mengajarkan bermusik (entah piano atau alat musik lain), karena dengan begitu orang tua dapat mengenali emosi anak mereka dengan alunan nada yang mereka mainkan.
3.      Jangan di larang mereka bermain, hal ini penting karena masa mereka yang merupakan masa bermain, dan pada umur 3 tahun belum mengerti tentang kalimat :”saya menyadari tentang...., dan seringkali anak-anak takut mengungkapkan perasaan-perasaan mereka, sehingga biasanya mereka sering ngobrol perasaan mereka dengan arakter pada boneka, misalnya : ketika anak kecil sedang bermain boneka berbie :” berbie takut jika ayah berbie sedang marah”, maka sebagai orang tua pun harus menyadari pula apa yang sedang dirasakan oleh anaknya tersebut melalui penokohan berbie, dan disitu pula lah peluang bagi orang tua untuk menjelaskan alasan-alasan kenapa mereka marah, dan lain sebagainya, sehingga nak mereka bisa mengetahui sebab dan asal muasalnya, sehingga mereka pun bisa mengerti.