Rabu, 20 Februari 2013

psikologi (EQ)


Urgensi Religious Culture terhadap Degradasi EQ
Tidak mustahil Manusia sebagai ciptaan yang terbaik (ahsanu taqwiim) yang di jelaskan dalam surah at-tiin ayat 4, derajatnya turun menjadi asfala saafilin (QS. at-tiin : 5), bahkan bisa serendah binatang ternak. (QS.Al-a’rof : 179), jika mereka tidak bisa mengolah kecerdasan emosi yang dalam al-qur’an sering disebut dengan qalb. Karena mereka hanya menuruti hawa nafsunya saja, dalam teori sigmund freud mereka hanya mengandalkan id (kesenangan). Jadi tidak asing lagi jika banyak patologi sosial dalam negeri ini.
Yang sering terjadi, pendidikan yang merupakan tudingan pertama ketika masalah bangsa kian rumit. Sebenarnya dalam pendidikan itu sendiri sudah di ajarkan nilai-nilai yang luhur mengenai tatanan dalam sosial. Akan tetapi, sering kali nilai-nilai yang telah di ajarkan kandas, karena hanya berupa teori semata, yang pada umumnya akan hilang jika tidak dibarengi dengan praktik atau tindakan yang nyata. Padahal jika diketahui, tahap operasional konkret dalam masa perkembangan manusia memerlukan sebuah bukti nyata sehingga suatu diperlukannya penerapan dari sebuah teori. Hal ini penting dikarenakan pada masa ini otak berkembang secara optimal.
            Selain itu patologi seperti korupsi, seks bebas, dan tindakan asusila lain, jika di telisik ulang, hal disebabkan oleh degradasi moral, dan degradasi ini sendiri merupakan wujud dari EQ yang rendah. Sudah banyak di ketahui, dalam negeri ini kebanyakan orang mengagung-agungkan IQ, padahal yang membuat maju dan seimbangnya suatu bangsa bukan hanya IQ para generasi muda yang tinggi, akan tetapi harus ada keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ.
Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Untuk mengasah EQ tidak hanya diperlukan materi, namun diperlukan sebuah pembiasaan agar terciptanya suatu budaya yang dalam hal ini pembiasaan tersebut dalam pendidikan disebut dengan religious culture. Agar mencapai tatanan sosial yang luhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar